Produk Tanah Pasundan di Panggung Global

Jakarta, 02/9 (ANTARA) - Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dengan 50.345.200 jiwa mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024.
Angka tersebut sama dengan sekitar 17 persen lebih dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan yang berkisar 281,6 juta jiwa.
Tingginya jumlah penduduk Jawa Barat membuat provinsi ini melahirkan potensi pasar yang luas, ketersediaan tenaga kerja yang banyak, serta angka wirausahawan baru yang tinggi.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM) Kabupaten Sukabumi mencatat pada Juli 2025 ada 212.633 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Sukabumi.
UMKM jenis makanan, kriya, dan fesyen mendominasi ragam UMKM yang hadir di tanah pasundan ini.
Tempe yang mendunia
Sepasang suami istri di Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat bermimpi memperkenalkan makanan tradisional tempe ke pusaran pasar internasional.
Handry Wahyudi dan Vivi Herviany memulai bisnis keripik tempe dengan nama CV Kahla Global Persada pada 2014.
Pengembangan produk pun ditempuh dari hanya membuat keripik tempe original, kemudian melahirkan beragam rasa seperti rendang, sapi panggang, sambal toel, hingga ayam bawang.
Distribusi penjualan dari yang semula di warung kecil sekitaran rumah mereka, kini meluas ke pasar tradisional, lalu merambah ke pasar modern di berbagai daerah di Indonesia.
Satu tujuan besar yang ada di kepala mereka adalah membuat usaha mereka semakin besar agar semakin banyak tenaga kerja sekitar yang bisa terserap.
Setahun setelah usahanya berjalan, koleganya di Kanada dan Norwegia memesan 24 pax atau satu box keripik tempe Kahla. Tak banyak memang, namun satu box itu berhasil melahirkan ide untuk membuka peluang ke pasar internasional.
“Kalau sebelumnya waktu itu kami tidak bicara piece ya. Waktu itu kami per kilo hitungnya. Waktu itu dari 10 kilo, terus naik lagi menjadi 20 kilo terus sampai Alhamdulillah sekarang kita bisa sampai 30.000 piece per bulan,” kata Handry.
Badai besar menghantam para pelaku usaha di tahun 2020, termasuk CV Kahla Global Persada yang tidak dapat lari dari gempuran pandemi COVID-19.
Banyak usaha lesu, bahkan mati. Namun semangat Handry dan Vivi untuk bangkit terus berkobar layaknya obor perjuangan yang terus menyala.
Berbagai pintu mereka ketuk dengan proaktif, termasuk mencari pembeli baik melalui e-mail dan media sosial.
Beruntungnya, sebelum pandemi merebak, Kahla sempat mengikuti Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 yang digagas oleh Kementerian Perdagangan.
Di pameran internasional tersebut, keripik tempe Kahla diperkenalkan ke berbagai calon pembeli dari berbagai negara.
“Di situ tuh mindset kami tambah jadi makin naik lagi dan yakin lagi bahwa produk kami memang benar-benar disukai oleh buyer dari luar negeri,” ujar Vivi.
Usai Trade Expo Indonesia (TEI) 2019, keripik tempe Kahla juga mejeng di TEI 2023.
Menurut Vivi, mengikuti berbagai pameran dan program yang disediakan oleh pemerintah pusat dan daerah amat bermanfaat dalam mengembangkan UMKM miliknya.
Kini keripik tempe Kahla sudah diekspor ke 16 negara di berbagai benua, seperti Malaysia, Singapura, China, Arab Saudi, Australia, hingga Swiss.
Pada Februari 2025, sebanyak satu kontainer penuh atau setara 28.728 pax keripik tempe dikirim ke Arab Saudi untuk dipasarkan di pasar modern di sana.
Saat musim ekspor, CV Kahla Global Persada dapat meraup omzet hampir Rp300 juta untuk pengiriman satu kontainer penuh. Namun saat tidak ekspor, usaha rumahan yang kini mempekerjakan 15 karyawan ini bisa memperoleh omzet sekitar Rp40 juta.
Usaha olahan kayu tiga dekade
Masih di tanah pasundan, berdiri sebuah usaha keluarga yang telah berjalan 33 tahun di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Sebanyak 90 karyawan dipekerjakan di lahan seluas 6.000 meter persegi dengan kemampuan produksi hingga 60.000 jenis peralatan dapur yang terbuat dari kayu.
CV Karya Winazar memproduksi 150 jenis peralatan dapur dari kayu mahoni, pinus, dan jati dengan merek dagang Queenra Winazar.
Berbagai peralatan seperti sodet, cobek, talenan, rolling pin dan berbagai peralatan dapur berbagai bentuk dan ukuran dijual dengan standar SNI ISO 9001:2015 untuk manajemen mutunya.
Untuk pemasaran di tingkat domestik, CV Karya Winazar bekerja sama dengan distributor. Sehingga produk mereka telah tersedia di pasar tradisional dan modern di berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Asep Mulyadi, generasi kedua pemilik CV Karya Winazar, mimpinya adalah membawa produk Queenra Winazar dapat dijajakan di lima benua.
Adapun upayanya untuk memulai ekspor dimulai ketika tahun 2020 atau tepat saat pandemi COVID-19 merebak.
“Sempat dua minggu tutup pabrik namun karena ada pesanan pembelian untuk ekspor ke Malaysia full satu kontainer untuk 7 jenis produk, Alhamdulillah pabrik buka lagi,” ujar Asep Mulyadi, pemilik CV Karya Winazar.
Saat ini CV Karya Winazar telah mengirim produknya ke tiga negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Terakhir pengiriman ke Malaysia dilakukan pada Februari untuk 30.000 cobek dan rolling pin. Pengiriman ke negeri jiran itu pun rutin dilakukan setiap tahun.
Dengan omzet sekitar Rp7 miliar pada 2023-2024, tak menghentikan langkah CV Karya Winazar untuk merambah segmen pasar yang lebih luas. Bahkan tahun 2025 UMKM ini menargetkan bisa mendapatkan omzet hingga Rp10 miliar.
Kendati baru merambah pasar ASEAN, langkah strategis terus ditempuh oleh Asep. Termasuk dengan menjemput pembeli potensial melalui pameran internasional seperti TEI 2024 dan TEI 2025.
Menurut Asep, dengan semakin berkembang usahanya maka semakin banyak lapangan pekerjaan yang bisa dibuka untuk warga Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya.
Upaya dorong UMKM go global
UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.
Pasalnya, UMKM menyumbang lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia serta menyerap lebih dari 94 persen lapangan kerja.
Dari sisi ekspor, UMKM mencatatkan kontribusi 15,7 persen dari total ekspor, angka ini diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi apabila dipupuk dengan berbagai stimulus program dari pemerintah.
Kementerian Perdagangan fokus pada tiga strategi untuk menguatkan daya saing ekspor UMKM, seperti pengembangan produk ekspor, pengembangan pelaku usaha ekspor, dan pengembangan pasar ekspor.
Dalam membantu pengembangan produk ekspor, Kementerian Perdagangan melalui Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) menyediakan kegiatan sertifikasi produk dan pengembangan desain produk yang bisa diakses oleh pelaku UMKM.
Peningkatan kapabilitas pelaku UMKM juga dilakukan melalui berbagai pelatihan dan pendampingan yang bekerja sama dengan berbagai stakeholders.
Adapun pengembangan pasar ekspor digalakkan dengan penyelenggaraan berbagai pameran seperti Trade Expo Indonesia, Jakarta Muslim Fashion Week, serta berbagai fasilitas seputar informasi ekspor melalui InaExport.
Tahun 2025, Kementerian Perdagangan mulai menjalankan program UMKM Bisa Ekspor yang hingga Juli 2025 telah diikuti oleh 773 UMKM dari berbagai daerah di Indonesia dan melibatkan Atase Perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di 33 negara. Pelaku UMKM bisa mengakses layanan tersebut melalui platform InaExport.
“Transaksi ini (dari program UMKM Bisa Ekspor) sampai dengan Juli kemarin itu sudah lumayan banyak ya mencapai 90,04 juta dolar AS atau sekitar Rp1,4 triliun,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi.
Tidak hanya Kementerian Perdagangan, upaya penguatan sektor UMKM juga ditempuh oleh Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kementerian yang baru didirikan akhir tahun 2024 ini menggagas sebuah konsep holding UMKM yang menciptakan ekosistem kemitraan bisnis berbasis klaster dan menghubungkan UMKM dengan industri besar.
Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Bagus Rachman mengungkapkan bahwa Indonesia harus menciptakan sebanyak-banyaknya usaha menengah yang menjadi jangkar, serta membawa usaha mikro dan kecil masuk ke usaha menengah yang akan berperan sebagai rantai pasok industri.
Di sisi lain, Kementerian UMKM juga akan memaksimalkan peran Badan Layanan Umum (BLU) mereka yakni Smesco untuk membantu UMKM dalam mengelola informasi pasar dan produk ekspor.
“Kalau dalam konteks ekspor, pada saat UMKM berbisnis dengan buyer, Smesco akan menjadi hub atau penghubung karena di mana-mana middleman penting,” kata Bagus.
Terbukanya pasar yang lebih luas, meningkatnya kualitas produk UMKM dan kapabilitas pelaku usahanya dapat membuat laju UMKM Indonesia lebih cepat dalam berkompetisi di kancah internasional. Sehingga ekspor produk Indonesia bisa berkelanjutan dalam iklim perdagangan global. (ANTARA/Rina Nur Anggraini)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.